BAPAK-BAPAK
Posted: 24 July 2012 Filed under: Cerpen | Tags: Bapak-bapak. Poerwa's note, Cerpen, Purwanto Leave a commentBapak-bapak ku cinta anakmu
Jangan kau halangi aku
Bapak-bapak cobalah mengertii
Anakmu cinta padaku
Bapak-bapak pasti ingin yang terbaik
Jadi pemimpin anakmu
Bapak-bapak ijinkan aku berlari
Tuk meraih buah hatimu
Aku pria seperti dirimu
Suatu waktu butuh pendamping hidup
Yang kan tenteramkan hati selalu
Kan ku cinta anakmu selamanya
Biarlah waktu yang kan tunjukkan
Bapak-bapak bersiap sajalah
Tuk lepas buah hatimu
Duniaku lain duniamu
Aku juga tahu
Jangan coba belokkan arti cinta
Yang Tuhan telah ciptakan.( Bapak-bapak – Sheila on 7)
***
Warga kampung kami biasa memanggilnya dengan sebutan pak Joyo meskipun nama lengkapnya cukup panjang : Nugroho Adi Samekto Joyodiningrat. Perawakan pak Joyo tinggi besar dengan garis wajah yang tampak tegas, kulitnya sawo matang. Andai berwarna hitam, kumis lebat miliknya sangat mirip dengan kumis pak Raden dalam film Si Unyil. Rambutnya tidak cepak namun tetap rapi. Diusia yang menginjak 58 tahun rambutnya terbilang lebih putih bila dibandingkan dengan orang yang sebayanya. Menurutnya karena tak cocok dengan minyak rambut yang dia gunakan semasa muda.
Rumah pak Joyo cukup mewah tapi bukan dalam arti sebenarnya karena letak rumah terebut memang benar-benar mepet sawah. Ia memilih membeli sebidang tanah di dekat lokasi persawahan dan karena cukup murah dan agak jauh dari rumah warga pada umumnya. Berbentuk rumah adat provinsi Jawa Tenggah dengan joglo besar dibagian depan. Bentuk joglonya berdenah bujur sangkar, dengan empat pokok tiang di tengah yang oleh warga kampung kami biasa disebut saka guru, dan digunakan juga belandar bersusun yang dinamai tumpangsari. Namun dari kesemuanya itu tentu saja ada bagian rumah yang menjadi favorit pak Joyo : beranda. Tentu saja bukanya tanpa alasan pak Joyo menjadikan beranda rumahnya sebagai tempat favorit, semua karena hampir sebagian besar waktunya dihabiskan disana.
Suatu pagi datang pengurus kampung yang menyampaikan kabar duka bahwa salah satu warga meninggal dunia. Setelah menerima kabar tersebut pak Joyo bukannya bersiap untuk melayat malah kembali duduk di kursi beranda rumahnya sambil mengatakan prihatin kepada pengurus kampung kampung tersebut. Sebatas kata prihatin. Namun bukan berarti pak Joyo tidak memiliki kepedulian terhadap sesama, akan tetapi karena dia sangat membenci tempat pemakaman. Bagi dirinya pemakaman hanya mengingatkan kembali dirinya kepada Istrinya yang telah tiada.
Sabtu sore itu suasana di halaman rumah pak Joyo tampak tidak seperti biasanya. Tampak skuter tua berwana merah metalik parkir di sana. Selama ini pak Joyo hanya tinggal berdua dengan anaknya. Dia seorang anak perempuan yang kecantikannya tidak kalah dengan aktris pemeran utama film Ada Apa Dengan Cinta. Inggar, begitu pak Joyo biasa memanggil anak tersebut. Di hari istimewa ini Inggar menggumpulkan semua keberanian yang ia miliki untuk memperkenalkan teman dekatnya yang bernama Senno. Pun dalam hati Inggar tahu persis bahwa bapaknya akan sulit menerima kehadiran Senno karena dia sudah diwanti-wanti untuk tidak berpacaran sebelum lulus kuliah. Namun keduanya memutuskan harus menyampaikan hubungan ini kepada pak Joyo karena tahun ini merupakan tahun ke-3 hubungan mereka dan Senno berniat membawa hubungan mereka jenjang yang lebih lanjut.
Dalam pandangan pak Joyo, sosok Senno bukanlah gambaran menantu idaman. Karena baginya sangat penting mempertimbangkan silsilah keluarga, lingkungan, pergaulan, termasuk kepribadian dan pendidikan. Senno tidak begitu jelas bibit, bobot dan bebetnya. Tidak jelas karena pak Joyo tidak berusaha mencari tahu, paling tidak bertanya secara langsung kepada Senno sendiri. Seperti waktu sabtu sore ini, Senno yang sejak jam 15.00 berada di rumahnya hanya diajak main catur. Hanya obrolan basa-basi untuk sekedar mencairkan suasana yang mereka lakukan, selebihnya mereka serius bermain catur. Layaknya kejuaran catur kelas dunia, serius dan berlangsung selama berjam-jam. Bahkan bila dicermati tampak kedatangan Senno ke rumah keluarga tersebut bukan untuk bertemu dengan Inggar melainkan ayahnya. Ini tampak sebagai strategi pak Joyo untuk membuat jera Senno. Bagaimana tidak? Inggar hanya diperbolehkan menyuguhkan minuman di beranda dan kemudian disuruh masuk kembali kedalam. Kejadian tersebut terulang dan terulang kembali setiap pekan jadi tidak salah kiranya bila orang lain beranggapan bahwa Senno sedang berkencan dengan pak Joyo bukan anaknya.
Jam 21.00 merupakan ‘jam malam’ yang ditetapkan oleh pak Joyo. Senno meninggalkan rumah pak Joyo dengan skuter kesayangannya. Meski merasa tidak memiliki wakuncar yang ideal, selama perjalanan pulang hatinya cukup terhibur oleh radio yang secara kebetulan memutar lagu milik Sheila on 7 yang lirik lagunya sangat mirip dengan kisah cintanya. Lirik lagu ini menginspirasi dirinya untuk melakukan tidakan ‘gila’. Dalam hati, Senno ingin sekali menyampaikan niat baiknya kepada pak Joyo bahwa beberapa tahun kedepan setelah Inggar lulus kuliah ia ingin meminangnya. Namun jangankan membahas ke hal yang lebih lanjut untuk dapat berbincang empat mata dengan Inggar saja, kesempatan tersebut akan langsung dibuyarkan oleh pak Joyo.
***
Pagi yang yang agak mendung membuat hawa dingin menusuk tulang. Pak Joyo yang sejak semalam tidak bisa tidur masih berada di beranda kesayangannya memandang ke arah lebatnya pohon mangga di pekarangan. Tak terasa air matanya menetes, sudah seminggu Inggar tidak pulang, dan sudah seminggu pula dia berusaha mencarinya. Menelepon kerabat dan juga untuk menanyakan keberadaan Inggar namun kesemuanya hasilnya mengecewakan. Pak Joyo merenung dan akhirnya menyadari bahwa jaman telah berubah tidak seharusnya dia berkeras hati menghalagi hubungan anaknya karena anaknya lah yang harus menentukan sendiri nasibnya dia sebagai orang tua baiknya hanya memberi nasehat serta wejangan untuk kebaikan anaknya tersebut. Toh pada akhirnya seperti yang banyak dikisahkan dalam film, drama, dan banyak novel “Nasib adalah kesunyian masing-masing”.
Note :
Gambar diambil dari : http://ghefira21.blogspot.com/2012/06/kisah-nyata-pak-tua-yang-subhanallaah.html
SPEAK UP! I CAN’T HEAR YOU